Dilema Hijab/Jilbab

07.38


Oleh Andri
Hijab, jilbab kini tidak lagi menjadi dominasi ibu-ibu pengajian, aktivis kampus, dan gadis mungil yang sedang mengaji di surau. Ia telah bertransformasi masuk ke setiap celah aktivitas seorang Muslimah. Tidak sulit menemukan seorang wanita mengenakan jilbab atau yang mereka sebut jilbab. Mulai dari karyawan di kantor, atlet olahraga, hingga jurnalis dengan segala dinamikanya tidak ragu dan segan lagi untuk menunjukkan eksistensinya sebagai seorang Muslimah.
Jilbab yang diperintahkan oleh Allah dalam surat An-Nur sudah tidak lagi mendapatkan stereotip eksklusif dan kuno. Preseden seperti itu telah lama ditinggalkan dengan semakin bermunculannya komunitas hijab yang semakin mengukuhkan jilbab sebgai sebuah dimensi kebebasan seorang Muslimah.
Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan khumur (Ind: jilbab)nya ke dadanya…” (QS. An-Nur [24] : 31)
Tidak hanya komunitas hijab yang menjadikan hijab tersebut sebagai identitas, euforia artis yang mencoba menutup auratnya atau paling tidak menggunakan baju panjang telah menjadi model bagi banyak orang. Patut disyukuri atas segala kemudahan yang kita rasakan di negeri ini. Dapat kita bayangkan bagaimana Muslimah-Muslimah di Perancis dilarang datang ke sekolah negeri jika tetap bersikukuh mengenakan jilbab. Belum lagi bagaimana biadabnya Zionis Yahudi Laknatullah dengan semena-mena terkadang melepas dengan paksa hijab yang dikenakan saudara-saudara kita yang ada di Palestina. Kita turut prihatin terhadap kondisi saudara kita tersebut dan sentiasa bersyukur atas segala kemudahan yang ada.
Fenomena maraknya penggunaan jilbab juga diikuti dengan semakin menjamurnya jilbab yang gaya dan funky. Bagus? Tentu saja, dengan adanya model-model baru, colourful dan penuh aksesoris membuat jilbab saat ini sangat jauh dari kesan “ketinggalan zaman” dan “emak-emak oriented”. Syari? nah, that’s the problem! Syari berarti sesuai syariah, syariah sendiri secara singkat berarti hukum atau aturan yang mengatur hubungan antara manusia-Allah serta manusia-manusia. Syariah sifatnya mengikat dan berpokok pada Al-Quran dan Hadis. Lalu seperti apa Islam mensyaratkan hijab.
“Hendaklah mereka itu mengeluarkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” (QS. Al-Ahzab [33] : 59)
Jilbab untuk seorang Muslimah dipahami menutupi auratnya ke seluruh tubuh dan hanya muka dan telapak tangan yang boleh tampak. Bagaimana dengan Gaya Hijab masa kini? Kita bisa mendapati bagaimana syari bukan lagi menjadi faktor utama dalam mengenakan hijab. Gaya dan trendi seolah paten yang harus diikuti. Banyak yang berkilah bahwa hijab dengan segala modernitas yang ada merupakan sebuah upaya transformasi persepsi tentang jilbab. Akan tetapi, tidak jarang justru jilbab itu sendiri kehilangan jati diri.
Hati tidak ada yang bisa menyelami. Niat pun hanya Rabb yang mengetahui. Jilbab atau hijab memang sudah sewajarnya dihapuskan dari aksioma kuno dan ketinggalan zaman. Kenapa? Agar hijab tidak lagi hanya dekat dengan golongan tertentu. Akan tetapi transisi fisik hijab hingga menghilangkan dimensi kemuliannya justru tidak bisa dianggap baik. Dengan demikian Syari haruslah menjadi faktor utama dan pertama dalam mengenakan hijab bukan justru gaul dan funky yang mendominasi. manusia suka dan Insyaallah Allah pun ridha.
Dilema hijab memang terjadi. Tapi semuanya wajib diapresiasi. Atas upaya-upaya untuk membumikan hijab, melautkan jilbab. Jangan ragu untuk melangkah, karena tugas kita hanyalah berusaha. Berusaha menutup aurat dengan sebaik-baiknya. Jika belum mampu untuk berjilbab secara syariah namun gaya, belajarlah untuk berjilbab gaya namun perlahan beralih ke jilbab syari yang sempurna. Semuanya akan dinilai. Insyaallah.
“Dan tidaklah layak bagi orang Mukmin laki-laki maupun bagi orang Mukmin perempuan, jika Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) dalam urusan mereka. Barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya, maka sesungguhnya dia telah sesat, dengan kesesatan yang nyata.”  (QS. Al-Ahzab [33]: 36) (eramuslim)

You Might Also Like

0 komentar